In The Air of Summer

In the Air of Summer

Park Chanyeol/Krystal Jung

Ada dua hal yang selalu kutunggu dalam hidupku, jam makan dan musim panas. Jam makan karena aku selalu merasa perutku kosong tiap waktu dan uang yang kumiliki hanya mampu membeli makanan-makanan murah yang dijual pada jam makan. Musim panas karena aku selalu merasa hari-hariku adalah sekumpulan kesedihan dan kau mampu menghancurkannya.

Bersama kepulan asap rokok, kau selalu bilang padaku manusia bukanlah pulau. Mungkin kau tidak tahu, tapi pulau bergerak. Sangat lamban hingga tak seorangpun menyadarinya. Dan kau bilang, aku adalah gambaran sebuah pulau. Berdiri dibalik mesin kasir, hanya berani menghirup wewangian dari bunga-bunga yang dijual di toko, terlalu pengecut untuk melihat betapa indahnya dunia di luar musim panas Itaewon. Tapi yang kau tidak tahu, aku bergerak bersama ceritamu. Setiap kau datang di musim panas, aku bergerak bersamamu. Menginginkan diriku bersamamu di tempat-tempat yang ingin selalu kau pijak.

Aku ingat surat-suratmu datang bersama surat tagihan ke dalam kotak pos rumahku. Kau mengirimkan jendela-jendela dunia padaku dan di akhir suratmu kau selalu menambahkan, “Berjanjilah padaku kau akan memijakkan kakimu disana” Dan sejak saat itu aku berpikir bagaiamana caraku kabur dari penjaraku yang membosankan.

Aku ingat setiap awal musim panas, aku menantimu di pintu bandara bersama satu-satunya kendaraan yang kupunya, sebuah sepeda motor butut yang diberikan kakakmu padaku untuk mengantarkan pesanan bunga. Kau duduk di kursi belakang dengan kamera melingkar dilehermu, berbicara dengan keras tentang buku yang kau baca selama di pesawat dan memotret jalan yang selalu kau lewati tiap musim panas. Kau menghiraukan rasa rinduku padamu yang telah menggunung dan menghiraukanku yang ingin kau tahu bahwa kau alasan kenapa aku mau pergi puluhan kilometer dari rumah dengan sebuah sepeda motor butut.

Hari itu musim panas berbicara padaku tentangmu dan bagaimana wajahmu cocok dengan indahnya musim panas. Kau membuat tanganku bergerak lamban dan kakakmu memarahiku karena tidak hati-hati dengan bunga-bunganya. Kau tertawa saat melihatku, dan aku ingin kau melihat sendiri bagaimana kau tertawa agar kau tahu betapa indahnya dirimu bersama musim panas di Seoul.

Aku selalu benci hari di ujung musim panas ketika kau harus pergi bersama tas punggung dan kamera kesayanganmu. Aku benci melihatmu menata barang-barangmu dan aku benci mengantarmu ke bandara hanya untuk melihat dunia menculikmu dariku. Dan sebelum kau pergi melewati pintu kaca itu, Krystal. Aku selalu ingin kau tahu aku akan selalu menunggumu seperti musim panas-musim panas sebelumnya. Penyesalanku setiap melihat pesawatmu lepas landas adalah karena tidak pernah menyadari sebelumnya, betapa kesepiannya dirimu di dalam pesawat itu.

Musim panas berikutnya aku menunggumu di pintu kedatangan. Namun kau tidak datang. Dan saat aku pulang menelan kekecewaan. Aku tahu kau tidak akan pernah datang. Tidak akan lagi.

Rumah kecil ditengah-tengah hamparan rumput itu mengingatkanku padamu dan kesepianmu. Bisikan angin yang terdengar senyap seperti adamu, ia menggesek rerumputan, menyuarakan dawai seperti suara degup jantungku ketika mengingatmu.

Gadis yang sedang tertidur, aku menepati janjiku. Aku telah berkelana ke semua tempat yang kau kunjungi untuk mencari serpihan tentangmu. Aku pergi bersama surat-surat yang kau tinggalkan untukku, bersama masa lalu yang selalu mengkristal seperti namamu yang telah mengkristal di sela-sela pembuluh darahku. Dan kini aku berhenti di depan pintu rumah tua kecil itu mencari-cari apa yang kau suka dari rumah kecil tua tak bertuan yang berdiri teguh melewati empat musim sehingga tampak rapuh di bawah langit cerah musim panas yang tak lagi bercahaya seperti dulu.

AHNMR

Jogja, 9-Oktober-2015

Published by

am

Currently studying in college, never stop imagining though.

Leave a comment